Kenapa Kita Ogah Banget Membaca? (bagian-1)

Hayo ngaku, siapa di antara Anda yang masih ogah membaca?
Jangan bohong ah! Udah gede gitu masa bohong? Hayo ngacung!

Hahahah...

VIONITA Diary — Ya, itulah pertanyaan mendasar di tulisanku kali ini. Pertanyaan yang terilhami dari hasil percakapanku dengan seorang blogger sekaligus seorang sahabat lamaku yang kukenal sejak SMA dulu.

Menurut pandangan sahabatku itu, budaya membaca yang ada pada warga kita memang bisa dikatakan masih rendah. "Jangankan berminat untuk membaca buku," katanya, "untuk membaca majalah dinding (mading) pengumuman RT/RW di sekitar rumah pun jarang, bahkan nyaris enggak pernah!" Dia menambahkan, fenomena seperti itu terjadi akibat dari minimnya minat membaca di lingkungan masyarakat kita.

Bahkan, sahabatku yang sudah sekian tahun masih ngejalani usaha (bisnis) di rumahnya ini menambahkan pula kisah satir lainnya tentang realita minimnya minat baca pada sebagian warga kita. Dia berpendapat bahwa bagi sebagian warga, jangankan mau membaca mading pengumuman RT/RW setempat, untuk sekadar peka dengan adanya papan/plang informasi bertuliskan 'Buka-Tutup' toko saja nyatanya masih saja ada yang tidak menghiraukannya. Seolah-olah mereka TIDAK MELIHAT jika di situ ada tertempel papan/plang informasi yang keberadaannya justru ditujukan untuk mereka sendiri.

"Masih saja ada sebagian dari pelanggan saya yang sampai sekarang sering 'nyelonong masuk' ke dalam toko padahal ketika itu toko sedang tutup dan di kaca bagian depan toko sudah dipampang sebuah papan informasi 'Tutup' dengan sangat jelas untuk dibaca para konsumen," katanya, mengisahkan pengalaman pribadinya. Hmmm, lucu juga ya? Hihihih.

Kesimpulan

Memang benar, masih ada sebagian warga kita --mungkin termasuk diri kita sendiri loh di dalamnya-- yang masih kurang peka terhadap minat baca, apalagi membudayakannya. Seperti apa kata sahabatku tadi, jangankan untuk menumbuhkan minat baca, untuk sekadar memiliki kepekaan dalam menyimak papan teks toko yang hanya memuat informasi 'Buka-Tutup' toko saja nyata-nyatanya masih sukar mereka biasakan.

Seperti itulah kenyataan yang ada di lingkungan sosial warga kita. Bagi sebagian warga, untuk membangun kesadaran terhadap minat baca memang masih terkesan sulit, apalagi untuk membudayakannya ke dalam rutinitas mereka sehari-hari.

"Untuk membaca koran saja mesti beli, apalagi untuk membaca buku yang semakin tebal akan semakin mahal harganya," itulah secuil dalih umum yang sering menjadi 'senjata' alasan mereka. Sebuah alasan yang memang realistis sih jika kita memandangnya dari sisi materi atau ekonomi. Namun, sepanjang ada minat baca, seharusnya keterbatasan materi senantiasa tidaklah perlu dijadikan sumber utama masalah karena sebenarnya masih ada sekian banyak cara untuk mendapatkan apa yang kita mau baca.

Setidaknya, mulai dari sekarang, kita harus berani mencoba untuk "memungut" informasi-informasi penting bagi kita, apalagi bila informasi tersebut bisa dengan mudah kita dapatkan secara cuma-cuma (gratis). Contohnya, seperti kasus di atas itu, yaitu informasi yang terpajang di mading pengumuman RT/RW maupun di papan "Buka-Tutup" toko. Itu semua bisa diperoleh secara cuma-cuma alias gratis, bukan?

#Hihihih..

Lantas?

Simak kelanjutan ulasannya di "Kenapa Kita Ogah Banget Membaca?" (bagian-2)