Women are Human Beings !!

TRAFFICKING adalah perekrutan, pengiriman ke suatu tempat, pemindahan, penampungan atau penerimaan melalui ancaman, atau pemaksaan dengan kekerasan atau dengan cara-cara kekerasan lain, penculikan, penipuan, penganiayaan, penjualan atau tindakan penyewaan untuk mendapatkan keuntungan atau pembayaran tertentu untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi setidaknya mencakup eksploitasi melalui pelacuran, melalui bentuk lain eksploitasi seksual, melalui kerja paksa atau memberikan layanan paksa, melalui perbudakan, melalui praktik-praktik serupa perbudakan, melalui penghambaan atau melalui pemindahan organ tubuhnya.
definisi Trafficking dari Protokol Palermo


Ada 4 (empat) Perjanjian Internasional menyangkut Trafficking yang dikembangkan pada awal abad-20, yakni:

  1. 1904 — International Agreement for the Suppression of the White Slave Traffic (Persetujuan Internasional bagi Penghapusan Perdagangan Pelacur);
  2. 1910 — International Convention for the Suppression of White Slave Traffic (Konvensi Internasional bagi Penghapusan Perdagangan Pelacur);
  3. 1921 — International Convention for the Suppression of Traffic in Women and Children (Konvensi Internasional bagi Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak); dan
  4. 1933 — International Convention for the Suppression of Traffic in Women of Full Age (Konvensi Internasional bagi Penghapusan Perdagangan Perempuan Dewasa).

Keempat konvensi menyangkut perdagangan manusia tersebut semuanya merujuk pada perpindahan (movement) manusia —umumnya perempuan dan anak perempuan— secara lintas batas negara dan untuk tujuan prostitusi.


Ada beberapa hal yang melatarbelakangi persepsi seperti itu :

  1. Kepedulian umum yang berkembang pada masa itu terfokus pada kemerosotan akhlak yang diakibatkan oleh perpindahan perempuan dalam rangka prostitusi. Dengan demikian, "consent" tidak menjadi issue karena pemerintah pada umumnya tidak mempertimbangkan apakah perempuan yang bersangkutan setuju untuk menjadi pekerja seks atau tidak. Dengan mengabaikan unsur "consent", persetujuan-persetujuan internasional pada waktu itu mengabaikan elemen hak (khususnya hak kaum perempuan) untuk memilih pelayanan jasa seks sebagai suatu profesi.
  2. Sifat lintas batas negara menjadi penekanan utama karena masalah prostitusi pada umumnya sudah dicakup oleh hukum (pidana atau moral) domestik. Dalam kaitan ini, pantas untuk dicatat bahwa istilah "slavery" (yang secara literer berarti "perbudakan") telah digunakan dalam konvensi-konvensi awal menyangkut "trafficking". Ini karena sifat perbudakan pada masa itu yang bercorak lintas batas negara, serta kekejiannya yang dikecam secara internasional, sehingga akan memudahkan upaya memasukkan masalah "trafficking" kedalam cakupan hukum internasional.