Tauhid

Menantang arus utama, menyeruak di antara moralitas yang nyaris lantak. Menyibak tabir hegemoni pemegang tumpuk kuasa. Warisan yang sungguh tak layak untuk disampaikan kepada para generasi yang sengaja disiapkan sebagai pelanjut cita-cita.

Apa sebenarnya yang dimau? Mengapa berani-beraninya menantang dengan cara seperti itu? Tidakkah ada yang lebih halus ketimbang berhadap-hadapan secara diametral seperti ini? Tidakkah ada yang lebih kompromistis, dibanding membuat kegaduhan di tengah arus yang sedang tenang-tenangnya engkau saksikan sendiri? Meski diakui, arus tenang itu telah menyisakan pusaran gundah yang cukup kuat, dan setiap waktu bisa menarik siapa saja, lantas menghanyutkannya.

Seorang yang jujur, berakhlak mulia. Tak ada keraguan dalam benak siapapun ketika itu ada atas dirimu. Namun, jangan kaugugat warisan peninggalan moyang kami sejak lama. Jangan kausaingi tuhan-tuhan kami yang sudah turun-temurun menjadi tempat kami mengadu dengan ajaran baru untuk hanya menyembah Rabb yang satu.

Bukankah kau bisa memulainya dengan contoh laku yang sungguh terpuji itu? Bukankah kau bisa terlebih dahulu menyampaikan perihal populer, yang hampir pasti dapat diterima banyak kalangan?

Jika kekuasaan yang kauinginkan, baiklah. Kami akan serahkan sesuatu yang sangat berharga, yang menjadi satu-satunya simbol penguasa wilayah ini. Tapi tolong, tanggalkan seruanmu itu. Sudah berapa banyak anggota keluarga kami yang teracuni ajaranmu.

Sekian banyak yang ditawarkan, kau sama sekali tak bergeming. Justru sebaliknya, kau semakin kokoh, menyeru manusia dengan kalimat itu. Kalimat yang bukan rangkaian kata penuh makna belaka. Jauh melampaui itu, kalimat yang mendekonstruksi apa-apa yang selama ini kami yakini. Kalimat yang menegaskan tiada illah selain Allah.

Atas bimbingan Rabbmu, engkau begitu mantap meyakini, bahwa inilah fundamen dasar yang harus kauseru dan tanamkan untuk menggapai tatanan masyarakat yang diidam-idamkan. Hanya dalam hitungan dua dekade, kaubuktikan semuanya. Masyarakat yang dihuni individu-individu berakidah lurus, tanpa keraguan akan Kemahaan Sang Pencipta Alam Raya. Masyarakat yang sadar atas posisinya sebagai hamba, mereka mampu menciptakan harmoni kehidupan. Hingga, kelompok masyarakat lain yang masih berseberangan akidah pun merasakan kedamaian di bawah naungannya.

Dan kini, berbilang abad berlalu, warisan itu tak lekang dimakan zaman. Ia hadir senantiasa di relung hati kaum beriman. Meski ada ulama yang menyebut saat ini sebagai 'The Darkest Ages of the Islamic Era', era di mana kepemimpinan dunia berada di bawah kendali musuh-musuh Islam!

Wallahu a'lam..