Kebahagiaan?

AL Qur'an al-karim melukiskan manusia yang dikendalikan oleh nafsu atau dikuasai oleh bayangan kemampuan material yang dimilikinya, "sebagai sangat angkuh dan berlaku sewenang-wenang", "menduga bahwa kemampuannya akan mengekalkannya", dan "akhirnya berpaling membelakangi Tuhannya".

Will Durant berpendapat, "Agama tidak dapat tumbuh subur pada saat dimana kemajuan material membumbung tinggi. Karena, ketika itu, manusia biasanya membebaskan diri dari ikatan-ikatan keruhanian bahkan menciptakan falsafah dan pandangan hidup yang dijadikan dalih untuk meninggalkan tuntunan tuntunan agama."

Pandangan pakar yang hidup di tengah-tengah peradaban barat ini terbukti kebenarannya di barat dan sejalan dengan informasi yang disampaikan oleh Al Qur'an di atas. Ini tentu bukan berarti bahwa Al Qur'an menilai harta benda sebagai sesuatu yang jelek dan harus dihindari. Tidak, bukan demikian! Al Qur'an menamai harta dengan al-khair yang berarti kebaikan (silahkan lihat QS: 2:[180]). Yang dikecam adalah perlombaan penumpukannya guna berbangga, berfoya-foya, dan mengabaikan kelompok yang miskin.

"Salah satu yang kutakuti menimpa kalian adalah gemerlapnya harta benda," demikan sabda Nabi SAW.

"Apakah al-Khair (sesuatu yang baik) berbuah kejelekan?" tanya seseorang kepada nabi.

Nabi tidak menjawab, dan sahabat-sahabat di sekitar sipenanya menoleh kepadanya sambil berkata, "Apa yang anda lakukan sehingga nabi tidak menghiraukan anda?"

Tetapi sejenak kemudian, mereka melihat keringat bercucuran di wajah nabi. Rupanya beliau sedang menerima wahyu.

"Mana si penanya tadi?" tanya nabi. "Kebaikan tidak membuahkan kecuali yang baik jua. Tetapi ada tumbuhan yang dapat membinasakan dan ada binatang yang melahapnya sehingga kenyang, bahkan melampaui batas, sehingga kotorannya berceceran di sana-sini. Ini yang membinasakan."

Demikianlah contoh yang sangat indah dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW. Jika Anda melahap sesuatu, maka Anda akan merasakan kelezatan. Tetapi jika Anda dengan suka cita menyerahkan (walaupun sebagian)-nya, maka Anda merasakan kebahagiaan, atau paling tidak Anda memberi kebahagiaan."

Kebahagiaan adalah dambaan setiap insan, tetapi bersediakah kita menangguhkan sementara hak-hak kita dan melaksanakan sesuatu yang melebihi meskipun sedikit- dari kewajiban kita? Bersediakah kita memandang dan memperlakukan orang lain tidak jauh berbeda dengan perlakuan terhadap diri kita? Memandang disini bukan hanya kewajah mereka tetapi memandang kelubuk hati mereka yang membutuhkan bukan hanya senyum dan kata manis, tetapi juga uluran tangan.

Bersediakah kita menghayati bahwa kehadiran kita dipentas dunia ini bukan sekedar untuk memperoleh sesuatu darinya, tetapi memberi sesuatu kepadanya? Mampukah kita melupakan apa yang pernah kita lakukan untuk orang lain dan mengingat apa yang pernah mereka lakukan? Bersediakah kita menilai bahwa kemajuan dan kebahagiaan tidak diukur dengan penambahan kekayaan, peningkatan pelayanan serta kecepatan bergerak, tetapi juga kebebasan dari rasa takut terhadap penderitaan dan kecemasan dari lahir dan bathin?

Apakah hal itu berat untuk dilakukan? Empat hari saja untuk berbuat kebaikan dalam seminggu pun sudah cukup. Karena, orang yang berbahagia menurut Al Qur'an adalah orang yang nilai kebaikannya lebih berat -walaupun sedikit- dari kejelekannya. Empat hari adalah setengah dari tujuh hari (satu minggu) ditambah setengah hari.

Dikutip dari "Lentera Hati" (Dr. Quraish Shihab)
Disusun oleh Huseniah